Tari Perang Merupakan Tari Khas Nusa Tenggara Timur
Friday, July 13, 2018
Tari Perang dan Adat Suku Bangsa Manggarai NTT
Media Pendidikan- Tari Perang sebuah tarian berkelompok yang menggambarkan aktivitas bertarung atau berperang dengan menggunakan senjata berupa cambuk dan juga perisai, Tari Perang adalah tarian tradisional dari bumi Congkasae Manggarai, dan semua masyarakat di daerah tersebut rata-rata sudah mengenal Tari Perang tersebut. Tari Perang sering difungsikan sebagai tarian saat acara-acara khusus biasanya diperankan oleh kaum pria dan bertarung satu lawan satu.
Tari Perang atau yang sering disebut dengan istilah Tari Caci ini merupakan ritual Penti Manggarai. Atau acara syukuran atas karena panen yang melimpah, dan upacara tersebut dilaksanakan bersama-sama masyarakat desa, terkadang juga dijadikan sebagai ajang pertemuan atau reunion bagi keluarga yang berasal dari suku Manggarai, Tari Perang.
Ritual penti diawali dengan berjalan kaki dari rumah adat menuju ke ladang tempat akan dipergelarkan tari, dan acara tersebut ditandai dengan adanya sebuah kayu Teno. Saat acara mulai berjalan, akan di lakukan beberapa ritual Barong Lodok yang bertujuan memanggil roh penjaga kebun, agar roh tersebut juga turut hadir mengikuti perayaan Penti. Dan kemudian sang kepala adat mengawali ritual dengan cara Cepa atau makan daun sirih, kapur, dan pinang. Prosesi berikutnya adalah melakukan Pau Tuak atau menuang tuak yang disimpan dalam bambu ke tanah.
Selanjutnya prosesi menyembelih satu ekor babi yang akan digunakan sebagai dipersembahkan kepada para roh para leluhur. Adapun tujuannya adalah meminta agar roh leluhur memberi keberkahan terhadap tanah para penduduk, dengan harapan kedepan tanah atau ladang yang mereka kelola dapat menghasilkan panen yang lebih melimpah dan di jauhkan dari segala mala petaka, peserta juga melantunkan lagu pujian Sanda Lima, dimana lagu tersebut dinyayikan berulang-ulang hingga lima kali.
Setelah itu rombongan kembali kerumah masing-masing, dan sambil melantunkan lagu-lagu yang menceritakan kegembiraan, sekaligus penghormatan terhadap hasil panen berupa padi yang telah turut membantu kehidupan. Adapun Ritual Barong Lodok dilaksanakan secara bergantian diawali dari keluarga besar rumah adat Gendang. Selanjutnya dilakukan juga oleh keluarga besar dari rumah adat Tambor, dipercaya keduanya itu merupakan cikal bakalnya Suku Manggarai.
Ritual Barong Lodok juga mengandung makna membagi tanah ulayat kepada anggota keluarga yang ada di daerah tersebut. Luas tanah yang akan di terima oleh masing-masing keluarga juga berfariasai hal ini disesuaikan dengan status sosialnya. Cara pembagiannya menggunakan sistem Moso, yakni sektor dalam Lingko yang pengukurannya menggunakan jari tangan, orang yang memiliki kuasa untuk membagi tanah adalah sang Tua.
Setelah ritual Barong Lodok usai, selanjutnya dilanjutkan dengan ritual Barong Wae. Ritual ini dilakukan untuk mengundang roh leluhur yang menguasai sumber mata air, dengan demikian sumber air di wilayah tersebut airnya tidak pernah surut. Selain itu ritual tersebut juga berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang maha Esa yang telah menciptakan air sebagai sumber kehidupan masyarakat. Sesajian atau hewan kurban yang disajikan pada ritual ini adalah berupa satu ekor ayam jantan dan satu butir telur ayam kampung.
Upacara yang berikutnya adalah ritual Barong Compang. Acara tersebut di selenggarakan diatas area tanah yang berbentuk bulat, dan lokasinya berada ditengah-tengah desa atau kampung. Dalam ritual ini Roh penunggu kampung juga turut di undang pada malam hari, masyarakat Suku Manggarai meyakini bahwa roh Naga Galo masih ada di tengah-tengah kampung tersebut.
Menurut kepercayaan Suku Manggarai Naga Galo ini memiliki peran penting bagi kehidupan sehari-hari masyarakat. Dipercarya Naga Galo-lah merupakan sosok yang di percaya melindungi kampung tersebut. Segala bentuk bahaya dapat terhindar karena peran Naga Galo baik itu kebakaran, bencana angina, topan dan lain sebagainya. Selanjutnya para rombongan yang menjalankan ritual ini melangkahkan kakinya menuju rumah rumah adat, mereka selanjutnya melaksanakan upacara atau ritual Wisi Loce. mereka pun menggelar beberapa tikar tujuannya adalah agar roh yang datang dapat menunggu sebentar menjelang memasuki puncak acara Penti.
Kemudian Keluarga yang berada di rumah adat Gendang melangsungkan ritual Libur Kilo. Hal ini sebagai ungkapan rasa syukur atas kesejahteraan yang diperoleh tiap tiap keluarga. Upacara ini juga dianggap sebagai upacara upgrate kehidupan bagi semua anggota keluarga. Dalam acara ini segala bentuk permasalahan diselesaikan dan kembali memulai hubungan keluarga yang lebih harmonis lagi.
Sedangkan bagian puncak dari ritual Penti ini adalah dapat kita lihat dari aktivitas berkumpulnya kepala adat kampung itu, kepala adat yang membagi tanah, ketua sub klen, kepala keluarga, dan para undangan yang sengaja datang dari luar kampung. Para tetua adat berdiskusi menyelesaikan segala permasalahan yang tengah terjadi serta memberikan solusi yang terbaik.
Nah itulah beberapa Tari Khas Nusa Tenggara Timur- Tari Perang dan sekilas tentang adat istiadat suku Bangsa Manggarai NTT, semoga bermanfaat bagi kita semua sekian dan salam Media Pendidikan.
Related Posts